Tuesday, June 13, 2006
Rasaku hari ini...
Entah apa yang saya rasakan detik ini, malam yang digantungi oleh indahnya bulan purnama, namun tidak terlalu membawa kenyamanan dan keindahan hidup yang saya alami hari ini.

Semua rasa singgah di hati saya hari ini. Diawali dengan menjadi saksi hidup pertengkaran hebat dua rekan kerja di kantor, dan sialnya kejadian ini telah saya alami dua kali, dan melibatkan satu orang itu yang selalu mencoba menerapkan arti disiplin yang dilihat dari kacamatanya sendiri, tanpa melihat bagaimana harusnya bertutur kata dan berpolah. Jujur, saya dan rekan-rekan lainnyapun pernah menjadi ‘korban’nya. Semua orang mencoba untuk mengerti dia, selalu diawali dengan kalimat’dia memang begitu dan kita harus mengerti’, namun sampai kapan dia akan mengerti apa yang kita-kita rasakan. Sayang, tidak ada seorangpun yang mencoba untuk menyadarkan kekeliruannya. Saya mencoba untuk tidak peduli dengan semuanya, namun hati nurani saya akhirnya runtuh dan berontak, bahwa ini harus segera dicarikan solusinya agar terciptanya lingkungan kerja yang kondusif. Ada saran?

Marah termasuk diantara daftar yang menjadi hak semua manusia. Kalau menurut bos saya, bahwa marah itu ada yang negatif dan ada yang positif. Semua akan bercampur aduk jika kita tidak mempunyai control jiwa dan emosi yang baik. Rasanya memang teramat sukar untuk menempatkan mana marah negatif dan mana marah positif ketika semua hanya ingin membela dirinya sendiri. Luapan emosi yang sedemikian besar menguras energi, tidak akan pernah dapat melihat itu semua, yang ada hanya ingin melepaskan beban. Padahal, belum tentu ketika rasa marah itu diejawantahkan, lantas hati kita akan berjalan normal dan ringan. Bisa saja malah akan lebih menjadi beban baru dan akan lebih menyakiti diri kita sendiri, apalagi jika sudah bercampur dengan rasa dendam yang melekat.

Kemelekatan yang menurut guru meditasi saya yang dapat menyebabkan penyakit bersarang di tubuh dan jiwa kita dengan sempurna. Lantas apa yang dapat kita lakukan? Tanya seorang teman saya waktu itu, dijawab oleh beliau bahwa untuk menghindari dan melupakan itu bukan cara terbaik, tetapi dengan cara menerima dengan segala kerendahan hati ‘narimo ing pandum’ bahasa jawanya. Memang perlu waktu, kesadaran penuh dan respek dengan apa yang akan kita lakukan, tanpa mengindahkan apa balasan yang akan kita dapatkan, sudah selayaknya saja… begitu katanya… atau dengan konsep ‘now and here’ dan berpikir positif bisa menjadi langkah awal membuahkan suasana harmoni dan tenteram.

Nah, apakah pertengkaran dan rasa amarah yang meluap dari rekan saya tadi bisa dipecahkan dengan konsep begini ya?
 
posted by Giel at 11:25 PM | Permalink |


0 Comments: