Sunday, July 27, 2008
Romansa Djakarta
yups, inginnya sih hunting tentang urban poverty di Jakarta dan sekitarnya buat keperluan tender dua minggu mendatang…. spot yang asik menurut feeling (ehm.. sok sensitip heheheh) ada di sekitaran benhil, Bendungan Hilir… Tanya kenapa? Jawabannya agak sedikit melankolis teman blogger… sekitar 4 tahun saya tinggal di kawasan jalan danau buyan dan hmmmm terpatri romansa disana… argghhhh hanya kenangan kini…

Ini dua foto dari beberapa foto yang terambil, gambaran nyata warga Jakarta yang terpinggirkan oleh pembangunan gedung yang saling berlomba mencakar langit….



Di sore hari sayang jika melewati saat matahari pamit pergi istirahat… saya ambil beberapa moment di sekitaran pantai ancol….



Selamat menikmati Djakarta….
dan selamat menikmati beberapa hasil buruan dari seorang newbie... hanya seadanya di rumah saya di sini........
 
posted by Giel at 8:51 PM | Permalink | 1 comments
Thursday, July 17, 2008
Penggalan kisah di Ujung Genteng
Boleh jujur gak ya? moga bos gil gak baca nih postingan hehehehe

Gini ceritanya, seperti keluhan saya yang selalu terlontar, kesibukan rutin di kantor selama beberapa bulan ini sangat membuat saya mabuk kertas.. argghhhh jenuhnya poooolllllll pengen hunting sekali… dengan surat sakti dari dokter *jangan ditiru ya heheheh* akhirnya disatu titik tertentu saya nekad ‘kabur’ dari rutinitas itu… saya ingin wujudkan rencana dan impian saya sejak bulan April lalu.. mengunjungi tempat yang katanya surga buat fotografer… hmmm maaf, saya sih bukan fotografer, tapi anak ingusan yang baru melek motret alam *ralat langsung dari penulis hiks*

Saya searching sebanyak-banyaknya info tentang tempat itu UJUNG GENTENG, letak, rute jangkauan dengan kendaraan umum dan segalanya… Genteng sih ada diatas rumah, tapi malah gil gak berani naik ke genting rumah sendiri… hehehe *bais banget yak… *
Akhirnya, saya temukan Mbahnya lokasi itu, seorang fotografer juga yang rasanya imagenya tidak bias dilepaskan dari perkembangan lokasi itu diantara fotografer. Seorang Petrus Suryadi, yang akhirnya saya kirimkan email untuk minta tolong membuat schedule hunting disana. Site yang sering saya klik dan membuat saya ngiler abis, saying sekali tidak disertai lokasi spot hunting, membuat saya bingung darimana harus bermula…. Dua hari kemudian, email terjawab, dengan jadwal ringkas padat dan akurat, beliau memberikan saran-saran dan infromasi penting lainnya. Thanks a lot Mas Petrus.

Saya beserta teman terbaik saya, Yohanes Wahyudi, Joel, akhirnya memulai perjalanan panjang itu. Pergi dari rumah kami yang berdekatan di pagi buta, sekitar jam empat, naik bis menuju Bogor, dan langsung dilanjutkan naik elf menuju Sukabumi. Hingga di Sukabumi kami mencari tempat ngopi sebentar untuk melepas penat, dan langsung naik angkot menuju terminal kecil di ujung kota, terminal Lembur Situ yang memiliki rute angkutan ke kota Surade. Naik elf dari Lembur Situ ke Surade, membawa ‘nikmat’ tersendiri, elf sendiri yang dimuati hingga berjumlah 23 orang dibawah dan beberapa orang dan barang di atas kap mobil.. bias dibayangkan, betapa asiknya suhu dalam mobil. Jalan yang berliku dan berkontur, ada beberapa jalan yang lumayan tidak mulus, membuat kami serasa berada dalam permainan Korakora di Dufan. Saya coba tidur sebentar, namun selalu terbangun ketika kepala terantuk ke pundak disamping saya.

Akhirnya, kami sampai di terminal Surade sekitar pukul 3 sore, namun perjuangan belum berhenti, kami akhirnya putuskan naik ojek dari terminal menuju Ujung Genteng. Perjalanan sekitar 30 menit dengan ongkos 25 ribu yang membawa kami ke lokasi yang kami ingin lihat dari dulu. Beruntungnya saya sudah book penginapan di sana, di Pondok Hexa yang lumayan dari segi rate tidak akan menguras kantong.

Kami tiba dengan sambutan dua pemuda sambil membawa-bawa buku. Saya tahu persis foto-foto itu karya Mas Petrus. Ternyata mereka tukang ojek sekaligus guide yang siap menemani dan menjadi penunjuk jalan disana, karena disana jangan harap ada penunjuk jalan ya… semua serba miskin petunjuk arah… sayang sekali… saya teringat dibeberapa postingan ada yang menyarankan kita bawa karce untuk penghubung, untuk mengantisipasi hil hil yang mustahal, misalnya terpisah jarak antara ojek yang satu dnegan yang lain… tapi teuteup gil, kudu positif thingking ya… saya buang jauh-jauh kecemasan itu…. Setelah saling nego dengan para ojekers, dan disepakati satu angka selama dua hari perjalanan ke beberapa tempat di Ujung Genteng, kami langsung siap-siap menuju lokasi spot pertama di Muara Cipanarikan untuk ambil sunset.

Perjalanan dari Pondok Hexa ke Muara Cipanarikan memekan waktu sekitar 20 menit, melalui jalan kecil, melewati hutan dan rawa. Kami sering naik turun ojek, karena jalan tanah yang becek dan licin dan hanya selebar dua jengkal tangan. Kami diturunkan di satu tempat dan berjalan diatas pasir mendaki menuju lokasi. Hingga diatas, saya baru takjub dengan pemandangannya… sangat cantik sekali… kami menyebar untuk mencari spot masing-masing… ditemani matahari yang mulai merambat turun dan akhirnya hilang di balik bukit, kami sangat menikmati moment demi moment alam yang terjadi…

Saya sharing disini ya….



Beranjak meninggalkan lokasi pukul 6.30, kami langsung mencari tempat makan, beruntungnya ojek kami Kang Sahu dan Coy penduduk local disana sehingga bias menunjukan tempat makan yang baik. Menu makan pastinya tidak jauh dari cumi dan ikan bakar.. zluurrrrppp sedapnya…. Perut kenyang bukan berarti membawa kami ke tempat tidur… ho ho hoooo masih ada spot malam yang lebih asik lagi, yaitu ke Pantai Pangumbahan, untuk melihat penyu bertelur…. Lokasi penyu bertelur sama arahnya dengan ke lokasi pertama, hanya sebelum rawa kami belok kiri. Beberapa bangunan nampak lumayan tidak terurus. Bangunan rumah tempat penyimpanan dan pengentasan telur penyu yang nantinya bakal menjadi Tukik, anak-anak penyu, dan dikembalikan ke alamnya… laut.

Kami menunggu informasi, waktu persisnya penyu naik ke daratan dari beberapa pegawai yang bertugas. Diluar ini, saya salut dengan mereka yang hanya digaji sehari sepuluh ribu, untuk menjaga dan membantu penyu bertelur.. di setiap malamnya… ampuuuunnn tempaan hidup yang sangat keras…. Awalnya kami yang menunggu di tepi pantai sudah putus asa, sangat tidak kuat dengan dingin angin laut dan rasa kantuk, namun baru mau beranjak pulang, Kang Sahu melihat bayangan penyu. Saya sendiri sangat tidak mampu untuk melihat, karena selama kami berada di pantai dilarang menyalakan penerangan, karena akan mengganggu proses penyu naik kedaratan. Kami menyerah, menunggu lagi sambil mengendap-ngendap dan takjub melihat jejak penyu yang nyaris satu meter lebarnya menuju puncak pantai. Menurut Sahu, biasanya proses dari naik hingga bertelur membutuhkan waktu satu hingga dua jam. Ohlala… kami harus tunggu lagikah? OMG…. saya pribadi sarankan, jika ingin melihat proses bertelur, lebih baik di hari terakhir saja, karena energi sudah terkuras disini.

Alhamdullilah, akhirnya kami menemukan penyu yang lain yang sudah nyaris selesai bertelur, tapi lokasinya lumayan jauh dari tempat kami temukan jejak penyu. Sayang kalau dilewatkan, tersisa tenaga yang terbatas, kami berjalan menembus malam dan kegelapan menuju lokasi. Ya Tuhan, akhirnya saya temukan penyu yang sudah ditemani petugas yang mengambil telur yang sangat banyak sekali. Penyu sangat besar sekali, terdengar jelas suara nafas tersengal dari penyu itu, air matanya pun jelas terlihat keluar dari mata sayunya… duuhhhh miris sekali….

Beberapa shoot saya ambil, dan sialnya banyak yang blur.. hwooooaaaaa ini beberapa shoot yang saya dan teman saya ambil. Hanya untuk berbagi saja.

Setelah kami tertidur sekitar 3.5 jam, kami siap-siap berangkat lagi untuk mencari matahari terbit. Lokasi yang ditunjuk adalah pantai Ujung Genteng itu sendiri. Awalnya kami memimpikan untuk membidik pantai dengan background perahu. Sahu menunjukan lokasinya, saya melihat perahu yang berjajar rapi… asiiikkkkkk… hap tripod dikeluarkan dari sarungnya dan siap-siap menunggu moment. Namun apa yang terjadi? Satu-satu perahu diangkat oleh nelayan dan pemilik perahunya untuk siap-siap melaut… waaaaahhh ingin teriak stoooopp jangan dulu diangkat perahunya dunk, plzzzzz mataharinya belum nongol nih….. tapi mana mungkin? Akhirnya.. pantai itu menjadi sepi ketika matahari menyembul dari peraduannya… hmmmmm nasiiibbbbbbb nasiiibbbbb

Kami akhirnya mencari spot yang lain di sekitaran pantai. Beberapa shoot kami ambil. Ahya, saya bertemu dengan teman motret satu komunitas juga.. waduuhh dunia sempit deh di ujung genteng hehehehe nice to meet u, Andri Rivan.

Hari kedua ini kami akan melakukan perjalanan ke satu spot dari sekian banyaknya spot disana yang paling luar biasa menguras energi dan ongkos, yaitu Pantai Ombak Tujuh. Perjalanan memakan waktu lebih kurang 1.15 menit (jika musim kering dan 2 hingga 3 jam jika musim penghujan). Saran untuk memakai celana panjang dan pakaian lengan panjang memang sangat bermanfaat. Sepanjang jalan yang dilalui, kita disabit-sabit rumput dan ilalang kering yang tingginya hingga satu meter bahkan lebih. Kerasa bener jadi pemain utama film ratapan anak tiri, disabitin ama sapu lidi.. nahhh itu sama deh rasanya, bahkan sering hingga hinggap ranting di muka dengan tidak santunnya, tanpa permisi soale hehehehe

Perjalanan itu, menyusuri perkebunan kelapa dan melewati perkampungan pembuatan gula merah. Asik juga sebetulnya bidik human interest disini, tapi kami putuskan hanya lewat saja. Kami diharuskan lewat tiga buah sungai yang cukup lebar, dan mengharuskan kami untuk berjalan kaki beberapa puluh meter. Salah satu motor ojek kami mengalami gangguan di motornya. Aki nyaris terbakar. Kami sangat panik. Ternyata Sahyu dan Coy, selain dari tukang ojek dan guide, mereka mekanik juga, dapat memperbaiki motor yang bermasalah itu (kami rekomendasikan dengan sangat mereka jika pergi ke Ujung Genteng, karena selain ramah, bersahabat dan masih punya rasa santun… ). Ini kolase perjalan menuju ke Pantai Ombak Tujuh.



Setelah melewati perjalanan panjang, yang membuat pantat maaf panas dan pegal luar biasa, terobati dengan pemandangan yang luar biasa elok depan mata. Ombak tinggi, air laut berwarna biru kehijauan… wuidiihhhhh beruntungnya gil bias liat semua itu…. Biasanya tempat ini sering digunakan turis untuk surfing, namun ketika itu saya tidak menemukan satu orangpun yang sedang surfing disana. Ini sebagian foto di pantai itu.



Kami yang membawa rangsum, makan siang disana, selama kami motret dua teman baru kami itu tertidur pulas.. saya merakan capenya sekali mengendarai motor kesini sungguh pantas dan berbanding lurus dengan ongkos yang lumayan menguras dompet dengan perjuangan mereka. Kami meninggalkan lokasi ini pukul 2 siag hari langsung menuju spot dibelahan pantai yang sama yaitu Pantai Batu Keris. Tebing karal yang cukup tingi dan menonjol, sehingga ombak pecah dengan suara deburan ombak yang kencang. Ada rasa takut juga sih… tapi ya kudu lah hai….. masa udah jauh2 gak motret. Ini sebagian wajah pantai itu.



Perjuangan yang sama kami tempuh menuju pulang.. hiks.. disabit alang-alang… :P Langsung ke pantai Ujung Genteng di bagian sunset. Mukjijat, satu area pantai yang tidak berjauhan bisa mendapatkan moment yang berbeda.. matahari terbit dan tenggelam…

Dihari ketiga dipagi buta pukul 4.30 kami sudah keluar dari penginapan menuju lokasi sunrise yang lain, yaitu Amanda Ratu. Tempat ini nyaris sama dengan Tanah Lot di Bali, ada bagian karal yang menjulang tinggi dengan anggun. Kami harus minta ijin dnegan pihak kemanan hotel resort Amanda ratu.. ya karena spotnya berada di lokasi hotel. Duuhhhh berkali-kali saya bersyukur melihat karunia ilahi.. beberapa shoot dilokasi ini saya bagi disini ya….



Masih ada dua spot lagi yang rencana akan kami kunjungi sebelum kami pulang ke Jakarta, namun diputuskan ke Gua Gunung Sungging kami batalkan dan hanya pergi ke Curug Cikaso saja. Malang sekali, air curug sedang sedikit sekali.. bahkan nyaris kering… hiks.. tapi gak apa lah… saya foto-foto beberapa saja disana. Foto ini saya dedikasikan untuk kedua teman baru kami. Kalian adalah pemuda asli Ujung Genteng yang sangat menjaga hubungan baik selama menemani kami. Kalian adalah bagian ujung tombak dari perkembangan pariwisata di Ujung Genteng. Terimakasih sahabat terbaik...



Meninggalkan Ujung Genteng di pukul duabelas siang, sangat membawa kesan sendiri. Entah kapan lagi saya bisa menginjakan kaki disana.. Betul, Ujung Genteng memang salah satu surga yang tersembunyi diantara sekian banyaknya surga alam yang ada din negri kita….

Untuk lebih detail melihat fotonya dan foto-foto lainnya, silahkan masuk rumah saya yang lain
di rumahnya si agil
 
posted by Giel at 11:07 PM | Permalink | 3 comments
Sunday, July 13, 2008
sepuluh tahun repelita...
Hari sabtu lalu, tanggal 12 juli 2008, alhamdulillah, keluarga besar saya akhirnya dapat berkumpul untuk berbagi rasa syukur dan bahagia atas terlewatinya angka limapuluh tahun pernikahan orangtua saya. Dimulai dari berkumpulnya satu-satu kerabat yang datang dari jam sembilan pagi, hingga dimulai seremonial dari jam 11 hingga jam 3 sore. Acara dari keluarga dan untuk keluarga berjalan hangat.


Dari sekian ratus shoot, hanya ini yang ingin saya tunjukan karena saya begitu bangga dengan orang tua, bahwa kebersamaan dan romantisme seyogyanya berlaku hingga masa tua. Semoga Bapak dan Mamih selalu diberikan sehat dan semangat, karena Bapak dan Mamih sebagai pemicu semangat hidup, acuan, pedoman dan kompas untuk kami anak-anaknya.



Kami, anak-anak, cucu beserta cicit sangat sayang dengan Bapak dan Mamih, Mbah Tung, Mbah Ti, Mbah Uyut...





 
posted by Giel at 7:36 PM | Permalink | 0 comments
Thursday, July 10, 2008
buah kesetiaan


buah kesetiaan, kesabaran dan berjuta pengertian...
melewati tepat di usia pernikahan yang ke limapuluh...
saya bangga memilikimu, bapak dan mamih...
saya junjung tinggi buah kesetiaannya...

 
posted by Giel at 9:31 AM | Permalink | 0 comments
Monday, July 07, 2008
kalimat tanya....
hanya satu kalimat yang saya ingin tanyakan untukmu....


masih ingatkah dihari ini... di duabelas tahun yang lalu...
entah kenangan itu masih terpatri dibenakku hingga kini....


arghhhh
 
posted by Giel at 10:06 PM | Permalink | 0 comments