
Berpedoman pada website yogyes.com , dimana banyak sekali memberikan informasi tentang kota yang banyak sekali memiliki istilah, dari mulai kota pelajar, kota gudeg, kota wisata, kota budaya sampai kota lesehan. Kemarin pagi saya sempat melihat di TV bahwa di Jogja akan di launch wisata balon udara pertama di Indonesia tahun depan, coba! Kenapa Jogja? Kenapa gak Jakarta???
Kembali, ke “paririmbon intelek” ternyata dari sekian puluh kali saya pergi ke sana, tempat ini yang belum saya datangi… weleh! Taman Sari, sering dengar nama tempatnya tapi kok yang nggak dijabanin datang gitu lho Jeng!. Setelah melihat foto dan membaca tulisan dan artikel di beberapa blog, akhirnya diputuskan saya harus pergi kesana… Dan ternyata saya nggak merasa rugi dengan mengeluarkan tiket masuk yang cukup murah hanya limaribu rupiha dan seribu untuk yang membawa kamera dan mendapat banyak pemandangan indah, pikiran yang langsung melayang membayangkan raja dan para selir yang bercengkrama disana dan hati yang sejuk melihat kolam dan pot-pot tanaman yang ditata asri. Seluruh bangunan yang dibuat pada tahun 1756 sampai 1765 berdiri di areal sekitar 7 hektar. Agak sedikit sulit membayangkan ketika sang pemandu menerangkan awal mula sejarah ‘istana’ ini dibuat yang berada dipinggir laut saat itu….
Dari mulai pintu gerbang kemudian masuk ke dalam komplek hingga sampai ke gerbang belakang (sebetulnya malah ini pintu utamanya dulu, hanya saja sekarang sudah tertutup oleh pemukiman masyarakat yang masih ada relasinya dengan abdi dalem raja saat itu), saya ditemani oleh pemandangan eksotik dan cantik. Ini hasil beberapa foto yang saya ‘klik’ saat itu…



Diluar komplek pemandian Taman sari terdapat pula areal mesjid yang letaknya dalam tanah melalui lorong, dimana dipercaya saat itu ini merupakan jalan rahasia ke pantai selatan. Sumur Gemuling, salah satu bagian eksotik dari bangunan ini, yang terdapat di bagian tengah dan dikelilingi oleh 5 jendela batu di lantai teratas yang melambangkan waktu shalat dan 8 jendela batu di lantai bawah yang mencerminkan arah mata angin.

Situs Pesangrahan (Water Castle) yang sudah hancur dan lebuh hancur lagi ketika terjadinya musibah gempa kemarin, membuat bangunan ini sudah tidak berwujud… hanya ketika dijelaskan maksudnya, akhirnya kita menjadi mengerti tempat apa ini dulunya. Rupanya tempat ini diperuntukan untuk para selirdan raja beristirahat, terlihat bangunan di lantai dua yang memiliki jendela besar sekali (namun setelah saya baca di beberapa artikel sejarah, ternyata fungsinya berubah ketika jaman penjajahan berlangsung). Diareal ini pun ada induk bangunan yang dijadikan raja bersemedi, dikelilingi oleh lima bangunan kecil di sekitarnya. Hanya sayang bangunan bersejarah itu sudah menyatu dengan bangunan rumah yang merapat persis di sebelahnya, sehingga aura sakral sudah teramat bias.

Kepergian saya ke Kraton Yogya hanya ingin berburu foto saja, selain dikarenakan jarak yang dekat dengan Taman Sari, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang. Tapi tetap saja, memasuki wilayah ini ada aturannya, diantar oleh pemandu yang kakinya kuat karena tanpa menggunakan sepatu alias ‘nyeker’ masih bisa berjalan santai diatas pasir yang tersengat matahari, saya ngintil sang pria perkasa ini mengitari Kraton sambil mendengarkan sejarahnya yang hanya sedikit masuk ke otak saya.


Nah, di dalam kraton rupanya sedang ada pertunjukan wayang kulit, penontonnya sekitar 10 orang, da juga orang asing yang duduk manis menikmati. Rupanya ini agenda rutin pada hari sabtu, sedangkan hari minggu berupa pagelaran seni tari dari pukul 11 hingga pukul satu siang.

Penasaran dengan issue hancurnya candi Prambanan, akhirnya diputuskan juga untuk ‘menengok’ ke sana. Terbyata areal yang sekarang sudah dikelilingi oleh pagar besi sehingga pengunjung hanya bisa menikmati candi tersebut dari luar saja, selain faktor sedang dalam taraf perbaikan juga factor keselamatan bagi pengunjung merupakan pertimbangan utama kenapa hingga kini wilayah tersebut belum bisa dibuka seperti biasanya. Aduh, cepat-cepat diselesaikan ya proyeknya….

Ritual lainnya yang saya lakukan di kota ini pastinya makan gudeg di Yu Djum daerah Wijilan, makan pecel dan sate lemak di Bringharjo, belanja di Mirota dan pastinya menikmati pengamen jalanan malioboro di tengah malam.
Memang, menikmati kota Jogja memang tidak pernah ada habisnya!
mana foto2nya?mana foto2nya?