Friday, April 28, 2006
Banda Aceh atau Kuta?
Girang rasa hatiku ketika bos di kantorku memberikan kesempatan untuk pergi ke kota Banda Aceh guna menyerahkan dokumen tender sekaligus mengenal lebih dekat para ‘pejabat’ yang berwenang di sana yang berkenaan dengan proyek yang akan (mudah-mudahan) kami kerjakan. Walaupun rencana kunjungan itu hanya sebentar, cukup dapat memuaskan keinginanku untuk melihat situasi dan kondisi kota yang semenjak ‘kejadian mengerikan’ itu terjadi, ingin aku singgahi...

Tak kurasakan betul betapa banyaknya dokumen yang harus aku persiapkan untuk dijadikan sebuah dokumen tender... Selama lima hari berturut-turut selalu pulang larut malam... semua rasa lelahku selalu aku hibur dengan impianku yang akan menjadi nyata dalam waktu dekat... Sabar gil, sambatku, bersusah-susah dululah dan bersedih-sedih kemudian… lho kok? ya, soalnya yang akan saya lihat adalah sisa kehancuran kota dari sebuah tragedi... bersenang-senangnya kapan? Yang pasti jawaban dari pertanyaan itu, adalah... go to somewhere gratis, he he he…

Dua hari sebelum pergi, Bos ku memberikan tips and tricks jika aku pergi ke kota itu, “agil, open your eyes and your mind… you will look at a ‘magic’ happened there and don’t forget to wear jilbab! It must be! I have a friend threaten when she wasn’t wear jilbab!, and be careful with a Acehness man” Ok Bos! Thanks anyway, it shows that you care of your staff!

Keluar dari ruang bos, membuat hatiku agak ciut.. oh ya baru ku ingat, aturan Syariat Islam yang baru di terapkan di daerah itu… oh la la, aku sampai lupa untuk mencari info tentang itu…. Coba kirim sms ke sobat Okol, ratunya kepiting, untuk minta info tentang ini, tapi tidak mendapat respon…. Ternyata si ibu ini memiliki dua nomor hp… hem….

Lain cara, coba cari info dari internet, di sela-sela sempitnya waktu yang semakin ketat, lebih ciut lagi setelah baca dari berbagai sumber tentang pencidukan beberapa wanita yang tidak menggunakan jilbab dan acara penyobekan baju untuk wanita yang menggunakan pakaian ketat… huh serem! Bahkan, ada berita tentang pencidukan dua wanita NGO di Hotel Sultan, dimana hotel itu tempat yang akan saya inapi!

Malam hari sebelum saya pergi ke Bandara di esok siangya, saya sempatkan kontak ke Bandung, doa orang tua adalah bekal wajib yang harus saya miliki sebelum saya pergi kemanapun! That’s my rule! Mamih sempat berkata, setelah saya ungkapkan sedikit kekhawatiran saya tentang wanita yang harus berjilbab disana, ya semoga setelah pulang dari sana, malah agil jadi terbiasa untuk menggunakannnya, amin…. Walaupun, dalam hati saya hanya bilang, aduh Mih… mohon maaf, rasanya sekarang saya belum mampu untuk menjemput Hidayah Allah SWT untuk menggunakan jilbab….

Selasa siang tanggal 18 April 06, kami, saya dan direktur di kantorku, diterbangkan Garuda ke Banda Aceh transit di Medan. Jadwal tertunda di Medan selama lebih kurang 2 jam, dikarenakan ada pesawat kepolisian pecah ban di lapangan terbang Banda Aceh, dan harus ditarik ke luar landasan… Beruntung ‘bapakku’ mengajak istirahat dan ngobrol dengan salah satu expat kami di lounge Garuda, saya langsung ambil tempat di kursi depan komputer yang disediakan, selain cek email saya sempatkan juga mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. Jadi keterlambatan itu tidak membuat saya sebel sepenuhnya dengan keadaannya.. sempat juga ada rasa menyesal, karena saya tidak dapat langsung menikmati pemandangan sepanjang perjalanan dari Bandara menuju kota… Betul saja, saya hanya menikmati suasana sepanjang perjalanan di temani oleh lampu rumah dan beberapa bintang…

Ah ya, ketika kami boarding, bapakku membisikan untuk siap-siap menggunakan kerudung ketika pesawat akan lending di Banda, tanpa setahu beliau, memang saya sudah menyiapkan kerudung di ransel saya… Sebagian penumpang pesawat itu terisi warga asing, layaknya seperti perjalanan ke Bali.. Saya mengeluarkan kerudung ketika pilot memberikan informasi bahwa sebentar lagi pesawat akan segera mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh…namun saya tidak langsung memakainya, karena saya lihat banyak juga wanita yang tidak berkerudung saat itu, begitupun sesampainya kami di daratan negeri ‘serambi Mekah’ itu untuk mengambil bagasi, masih banyak yang polos-polos saja… akhirnya saya hanya mengantungkan kerudung itu di pundak saja… just in case!

Bandara yang sekecil itu penuh dengan para expatriate, seperti di Kuta! Penjemput dengan menggunakan mobil-mobil Ford yang beroda besar lalu lalang di depan kami, ketika kami menunggu taxi sewaan di depan halaman bandara… suasana sangat ramai! Saya sudah merasakan sangat senang sekali dapat menginjakan kakiku disini, walaupun dengan kondisi dan tujuan yang berbeda.

Perjalanan dari bandara ke hotel di Kota Banda lebih kurang 15 kilo, kami tempuh dengan waktu sekitar 15 menit… sepanjang jalan yang sepi itu yang terlihat hanya bayangan rumput liar dan sinar lampu dari kejauhan… Bapak Nasir, supir taxi sewaan kami, bercerita banyak tentang ‘jalan’ ini yang merupakan saksi bisu dari masa GAM kemarin… membuat merinding memang, tapi dia berkali-kali meyakinkan bahwa Banda Aceh sekarang relatif aman asal mengikuti dan menghormati aturan-aturan yang telah ditetapkan…. Pertanyaan selanjutnya dari saya, ya tentang aturan menggunakan kerudung itu, sejauh mana ketatnya dan berlaku untuk siapa saja mengingat sekarang banyak sekali pendatang baik dari negeri sendiri atau dari negara luar… apa di perlakukan sama? Apa sekarang masih ketatkah?

Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan lugas oleh Pak Nasir, bahwa semua itu kembali kepada diri kita yang dating sebagai tamu, dating ke ‘rumah’ yang sudah mempunyai pola aturan sendiri, ya memang sudah selayaknya lah kita menghargai tuan rumah… Memang sekarang tidak seketat dulu, entah di kota lain diluar Banda… karena, buat mereka, yang tidak menggunakan jilbab atau kerudung dianggapnya bukan orang Muslim, ‘tuh lihat saja Bu, itu tidak berkerudung.. yang itu juga… tuh yang naik motor juga…’ jadi memang ada juga yang tidak menggunakan penutup kepala… begitu ya….

Memasuki kota, barulah terlihat kerlap kerlip lampu kota, ah.. sudah cantik kok…. Walaupun ada beberapa bangunan yang masih terlihat belum di bersihkan dan dibiarkan begitu saja oleh si empunya…. Namun, boleh dibilang kota ini sudah mampu membuat pendatang tidak punya bayangan seram lagi….

Mata saya melotot dan mulut melongo ketika Masjid Baiturrahman kami lewati… Megah, cantik, elegan, kokoh dan tentunya daya spiritual yang teramat besar menyihirku untuk tidak dapat bias berkata-kata lagi selain.. subhanallah… leher kuputar sampai bayangan Masjid besar itu tidak tampak lagi… teringat kembali, ketika film dokumenter dari metro TV ketika tsunami terjadi! Saya harus masuk kedalam mesjid itu kalau ada waktu, batinku ….

Hotel sultan ternyata pas letaknya di pusat kota, kami masuki lewat dari jam 8 malam, simpan barang sebentar dan kemudian kami keluar lagi mencari warnet untuk print dokumen yang kurang dan membeli alat-alat stationery di toko buku. Kelar urusannya dari sana, kami kembali ke hotel, ada tenaga ahli kami yang bekerja di salah satu proyek kami, yang kami undang untuk bertemu malam ini.

Pertemuan malam itu, kami ber lima, akan saya ulas di coretan berikutnya. Menjelang tengah malam, kami berdua kembali ke hotel. Saya langsung tertidur setelah mencuci badan dan menyiapkan pakaian untuk saya pakai esok hari… tidur yang tenang gil, semoga tidak ada gempa malam ini, doaku….
 
posted by Giel at 5:45 PM | Permalink |


0 Comments: